Jumat, 06 Desember 2013

Keunggulan Kapuas Hulu

Keunggulan yang dimiliki Kapuas Hulu

Salah satu  unggulan Kapuas Hulu "Danau Sentarum, Danau Unik dan Langka Di Jantung Borneo"

 
Kawasan Danau Sentarum

Terletak di jantung Borneo atau tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Kawasan Danau Sentarum yang merupakan komplek danau-danau  yang terdiri dari  20 buah danau besar kecil,  sejak tahun 1999 ditetapkan sebagai Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan mempunyai luas 132.000 Hektar.  Berada 700 kilometer timur laut Kota Pontianak itu, TNDS terdiri atas 89.000 hektar hutan rawa tergenang dan 43.000 hektar daratan.
Danau Unik dan Langka
Danau Sentarum sungguh berbeda dengan danau ‘konvensional’ lainnya, sebab Danau Sentarum sejatinya adalah daerah hamparan banjir (lebak lebung /floodplain).  Dengan letak dan kondisinya yang berada di tengah-tengah jajaran pegunungan menjadikan kawasan ini sebagai daerah tangkapan hujan. Pada musim penghujan Komplek Danau Sentarum akan terendam air akibat aliran air dari pegunungan di sekelilingnya dan dari luapan Sungai Kapuas yang merupakan Sungai terpanjang di Indonesia. Selama 9-10 bulan dalam setahun, kawasan Danau Sentarum akan terendam hingga kedalaman 6 – 14 meter.  Diperkirakan tersimpan 16 triliun meter kubik air per tahun di kawasan ini.  Dan uniknya pada musim kemarau panjang, sebagian besar danau menjadi kering.
 
Pada musim penghujan tergenang trilyunan meter kubik air
 
Pada musim kemarau menjadi hamparan kering dan terkadang ditumbuhi rumput laksana padang golf.
 
Hanya tersisa alur sungai kecil di tengahnya.

Hal inilah yang menjadikan kawasan Danau Sentarum merupakan salah satu tipe ekosistem hamparan banjir paling luas yang langka dan masih tersisa dalam kondisi baik di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
 
Salah satu pemandangan pemukiman masyarakat setempat di-shoot dari sudut yang sama.  Saat banjir dan surut.
Kekayaan Flora dan Fauna
Namun, bukan fenomena alam ini saja yang menjadi keunikan Danau Sentarum. Danau yang terbentuk pada zaman es atau periode pleistosen ini memiliki kekayaan flora dan fauna yang luar biasa dan tak dimiliki daerah lain. Tumbuhannya saja ada 510 spesies dan 33 spesies di antaranya endemik TNDS, termasuk 10 spesies di antaranya merupakan spesies baru.
Hewan mamalia di TNDS ada 141 spesies. Sekitar 29 spesies di antaranya spesies endemik, dan 64 persen hewan mamalia itu endemik Borneo. Terdapat 266 spesies ikan, sekitar 78 persen di antaranya merupakan ikan endemik air tawar Borneo. Kawasan Taman Nasional Danau Sentarum tercatat sebagai salah satu habitat ikan air tawar terlengkap di dunia.
Selain hutan yang bagus dan menjadi habitat lebah, TNDS juga menjadi habitat berbagai jenis ikan air tawar. Dari segi ukuran, misalnya, ada jenis ikan terkecil, yang dikenal dengan nama ikan Linut (sundasalanx cf. microps) berukuran 1-2 sentimeter dengan tubuhnya yang transparan seperti kaca, hingga ikan berukuran panjang dua meter seperti ikan Tapah dari genus Wallago.
Adapun ikan yang bernilai ekonomis dan di konsumsi warga, misalnya, ada ikan gabus, toman, baung, lais, belida, dan jelawat. Khusus ikan hias, di TNDS terdapat ikan silok atau Arwana (scleropages formosus) dan dan Ulang-uli (botia macracranthus) yang berhasil menembus pasaran internasional dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.  Pada kawasan ini tercatat paling tidak 120 jenis ikan,  serta terdapat beberapa jenis spesies yang hanya dimiliki oleh Danau Sentarum dalam artian tidak ditemukan di belahan dunia lain.
Arwana/Siluk Merah
 
ikan: Ulang Uli

 
Buaya Senyulung

Selain itu terdapat 31 jenis Reptilia.  Delapan jenis diantaranya merupakan jenis yang dilindungi seperti Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Senyulung (Tomistoma schlegelli), Labi-labi, Ular, Biawak, dll. Bahkan Buaya Katak atau Buaya Rabin (Crocodylus raninus) yang di Asia telah dinyatakan punah masih diketemukan di kawasan ini.
The Last Paradise
Danau Sentarum juga menyuguhkan keindahan alam  yang tak terkira hingga dijuluki sebagai The Last Paradise.
 
Suasana senja di salah satu sudut Danau
 
Lukisan alam di salah satu pemukiman masyarakat


Namun keberadaan Danau Sentarum sepertinya akan terancam dengan adanya pembukaan hutan besar-besaran dengan dalih perkebunan atau illegal logging.
 
Hutan dibuka dipinggiran Sungai Kapuas di dekat kawasan Danau Sentarum.

Akankah Danau Sentarum tinggal menjadi kenangan


Profil Kapuas Hulu


Profil Daerah Kapuas  Hulu
Kabupaten Kapuas Hulu adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Barat. Ibu kota kabupaten ini terletak di Putussibau yang dapat ditempuh lewat transportasi sungai Kapuas sejauh 846 km, lewat jalan darat sejauh 814 km dan lewat udara ditempuh dengan pesawat berbadan kecil dari Pontianak melalui Bandar Udara Pangsuma. Memiliki luas wilayah 29.842 km² dan berpenduduk 222.160 Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010.
Batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut:
  1. utara berbatasan dengan Sarawak (Malaysia Timur)
  2. selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang
  3. barat berbatasan dengan Kabupaten Sintang
  4. timur berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah
Daftar kecamatan
Kabupaten Kapuas Hulu Memiliki luas wilayah 29.842 km2 yang terbagi menjadi 23 kecamatan, yaitu:
  1. Badau
  2. Batang Lupar
  3. Pengkadan
  4. Boyan Tanjung
  5. Bunut Hilir
  6. Bunut Hulu
  7. Embaloh Hilir
  8. Embaloh Hulu
  9. Jongkong
  10. Empanang
  11. Hulu Gurung
  12. Kalis
  13. Putussibau Selatan
  14. Bika
  15. Mentebah
  16. Puring Kencana
  17. Putussibau Utara
  18. Seberuang
  19. Selimbau
  20. Semitau
  21. Silat Hilir
  22. Silat Hulu
  23. Suhaid
SEJARAH
SEJARAH KAPUAS HULU PADA ZAMAN BELANDA
Sejumlah pegunungan yang membentang di Kabupaten Kapuas Hulu, serupa Schwaner dan Muller, ternyata diabadikan dari nama sejumlah pelaku ekspedisi berkebangsaan asing pertengahan abad XIX di daerah itu. 

Wilayah perbatasan antara Kapuas dan Mahakam merupakan salah satu wilayah yang paling terpencil di Borneo. Di sebelah timur, daerah Mahakam Hulu, yang terisolasi oleh jeram-jeram yang sangat berbahaya, di mana suku Kayan-Mahakam, suku Busang termasuk sub suku Uma Suling dan lain-lain serta suku Long Gelat sebuah sub suku dari Modang menempati daratan-daratan yang subur, sedangkan suku Aoheng mendiami daerah berbukit-bukit. Di sebelah barat, daerah Kapuas Hulu dengan kota niaga kecil Putussibau, dikelilingi oleh desa-desa Senganan, Taman dan Kayan. Lebih ke hulu lagi, dua desa kecil Aoheng dan Semukng. Di antara keduanya, sebuah barisan pegunungan yang besar mencapai ketinggian hampir 2000 meter didiami oleh suku nomad Bukat atau Bukot dan Kereho atau Punan Keriu, serta suku semi nomad Hovongan atau Punan Bungan.

Orang asing pertama yang mencapai dan melintasi pegunungan ini adalah Mayor Georg Muller, seorang perwira zeni dari tentara Napoleon I yang sesudah Waterloo masuk dalam pamongpraja Hindia Belanda. Mewakili pemerintah kolonial, ia membuka hubungan resmi dengan sultan-sultan di pesisir timur Borneo. Pada tahun 1825, kendati Sultan Kutai enggan membiarkan tentara Belanda memasuki wilayahnya, Muller memudiki Sungai Mahakam dengan belasan serdadu Jawa. Hanya satu serdadu Jawa yang dapat mencapai pesisir barat. Berita kematian Muller menyulut kontroversi yang berlangsung sampai tahun 1850-an dan dihidupkan kembali sewaktu-waktu setiap kali informasi baru muncul. Sampai tahun 1950-an pengunjung-pengunjung daerah itu pun masih juga menanyakan nasib Muller.
Bahkan sampai hari ini hal-hal sekitar kematian Muller belum juga terpecahkan. Diperkirakan Muller telah mencapai kawasan Kapuas Hulu dan dibunuh sekitar pertengahan November 1825 di Sungai Bungan, mungkin di jeram Bakang tempat ia harus membuat sampan guna menghiliri Sungai Kapuas. Sangat mungkin bahwa pembunuhan Muller dilakukan atas perintah Sultan Kutai, disampaikan secara berantai dari satu suku kepada suku berikutnya di sepanjang Mahakam dan akhirnya dilaksanakan oleh sebuah suku setempat, barangkali suku Aoheng menurut dugaan Nieuwenhuis. Karena Muller dibunuh di pengaliran Sungai Kapuas, dengan sendirinya sultan tidak dapat dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab. Bagaimanapun, ketika ekspedisi Niewenhuis berhasil melintasi daerah perbatasan hampir 70 tahun kemudian, pada hari nasional Perancis tahun 1894, barisan pegunungan ini diberi nama Pegunungan Muller. Menjelang pertengahan abad XIX, Belanda telah berhasil menguasai daerah-daerah.
SEJARAH PEMERINTAHAN KABUPATEN KAPUAS HULU
Berdasarkan Undang-undang Darurat nomor 3 tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan, maka pada tanggal 13 Januari 1953 terbentuk Kabupaten Daerah Tingkat II Kapuas Hulu dengan ibukota Putussibau. Bupati pertama yang menjabat adalah JC. Oevang Oeray (1951-1955), berikut dilanjutkan oleh Anang Adrak (1955-1956).



Kamis, 05 Desember 2013

Suku-suku di kapuas hulu

  RAGAM SUKU-SUKU

1. Rumpun Punan adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.[1] Di 6 kabupaten di Kalimantan Timur terdapat 8.956 jiwa suku Punan yang tersebar pada 77 lokasi pemukiman.[2] Suku-suku Dayak yang termasuk rumpun Punan diantaranya :
  1. Suku Dayak Hovongan di Kapuas Hulu, Kalbar
  2. Suku Dayak Uheng Kereho/Oloh Ot Nyawong/Suku Dayak Seputan di Kapuas Hulu, Kalbar
  3. Suku Dayak Punan Murung di Murung Raya, Kalteng
  4. Suku Dayak Aoheng (Suku Penihing) di Kalimantan Timur
  5. Suku Dayak Punan Merah/Suku Dayak Punan Serata/Suku Dayak Punan Langasa/Suku Dayak Punan Nya'an
  6. Suku Dayak Punan Aput-Busang
  7. Suku Dayak Merap
  8. Suku Dayak Punan Tubu[3]
  9. Suku Dayak Ukit/Suku Bukitan/Suku Beketan
  10. Suku Dayak Bukat
  11. Suku Dayak Punan Habongkot
  12. Suku Dayak Panyawung
  13. Suku Dayak Punan Lisum
  14. Suku Dayak Punan Kelay-Segah di Sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Punan Murung

Suku Dayak Punan di Kalimantan Tengah terdapat di perhuluan sungai Barito yaitu di Kabupaten Murung Raya yang dikenal sebagai Suku Dayak Punan Murung. Kebanyakan suku-suku Dayak di Kalimantan Tengah termasuk rumpun Ot Danum kecuali suku Dayak Punan Murung.

Punan Hovongan

Dayak Punan merupakan salah satu subsuku Dayak yang mendiami perhuluan Sungai Kapuas. Etnis yang dulunya merupakan bangsa nomaden, kini lebih menetap dan mempraktekan sistem pertanian gilir balik (berladang). Sub-etnis dayak Punan yang mendiami perhuluan Sungai Hovongan (Bungan), anak sungai Kapuas yang terdiri dari beberapa kampung:
  1. Nanga Lapung
  2. Nanga Bungan
  3. Tanjung Lokang
  4. Belatung (sebagian)
  5. Hovo'ung (sebagian)
  • Penduduk
Perkiraan jumlah penduduk hampir 2000 jiwa.
  • Kepala Adat
Kelompok ini mempunyai seorang Temenggung yaitu "Akek Dalung Tapa" (*baru meninggal dunia akhir bulan juni 2009)dan sekarang digantikan oleh putra bungsunya yaitu Temenggung Abang Dalung (2009)
    • Temenggung dan Kepala adat mempunyai peran yang berbeda, Kepala adat lebih kepada adat istiadat sedangkan Temenggung mempunyai peran penting dalam kedaulatan wilayah ketemenggungan.
  • Bahasa Hovongan
Kode Bahasa Hovongan adalah HOV

Punan Uheng Kereho[sunting | sunting sumber]

Yaitu sub suku Punan yang mendiami perhuluan sungai Kapuas dan Sungai keriau/Kereho sub ini terdiri dari beberapa kampung:
  1. Nanga Enap
  2. Nanga Erak
  3. Nanga Balang
  4. Sepan
  5. Salin
  6. Bu'ung (sebagian)
  7. Belatung (sebagian)
  • Kepala Adat
Kelompok ini mempunyai seorang temenggung yaitu Agustinus Djangin.
  • Populasi
Populasi etnis ini diperkirakan sekitar 2500 Jiwa.
  • Bahasa Uheng Kereho
Kode Bahasa Uheng Kereho adalah xke

Daerah ketemenggungan Dayak Punan ini dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi sungai dari Putussibau dengan biaya sewa speed boat bervariasi dari satu juta sampai tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sumber daya alamnya masih melimpah ruah; seperti sarang burung walet dan kekayaan pertambangan lainnya. Akan tetapi karena terlalu jauhnya wilayah ini, banyak dari masyarakat suku ini terisolasi dari dunia luar sehingga tingkat perekonomian serta pendidikan sampai sekarang dalam tingkat yang mengkhawatirkan.
Di setiap kampung-kampung orang Punan anak yang bersekolah hingga menamatkan pendidikan dasar dapat dihitung dangan jari, apalagi yang menamatkan bangku kuliah.

Punan Kelay[sunting | sunting sumber]

Dayak Punan Hulu Kelay mendiami hulu sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kaltim terdiri :
  1. Kampung Long Sului, Kelay, Berau
  2. Kampung Long Macin, Kelay, Berau
  3. Kampung Long Lamjan, Kelay, Berau
  4. Kampung Long Keluh, Kelay, Berau
  5. Kampung Long Duhung, Kelay, Berau
  6. Kampung Long Beliu, Kelay, Berau 

 2. suku iban

 

Asal suku iban

1. TEMENGGUNG SIMPE
Temenggung Simpe / Bejana adalah anak dari Macan dan Tema. Secara lengkap anak dari Macan dan Tema yang berjumlah 5 (lima) orang adalah yang pertama bernama Tami yang bergelar Rentap, kedua bernama Simpe / Bejana, ketiga bernama Renggi, keempat bernama Manang Jaget serta kelima adalah perempuan yang diberi nama Bangi.
Berdasarkan cerita, tengkorak kepala dari Simpe / Bejana berbentuk “Simpe” (dalam bahasa Indonesia berarti pipih) sehingga tidak seperti kepala manusia pada umumnya. Karena tengkorak kepalanya yang berbentuk simpe itulah dia biasa dipanggil dengan nama Simpe.
Simpe / Bejana memperistrikan Cala yang berasal dari Kampung Kumpang dan mereka dikaruniai seorang putri yang diberi nama Tiong.
Pada suatu malam Simpe / Bejana pada saat tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya dia bertemu dengan seseorang/roh, dan roh tersebut menyuruhnya untuk menceraikan istrinya (Cala). Apabila Simpe / Bejana tidak menceraikan istrinya maka ia akan gila atau bahkan meninggal. Karena mimpinya itu maka Temenggung Simpe menceraikan istrinya. Pada zaman dahulu kepercayaan akan mimpi sangat tinggi.
Setelah bercerai dengan istrinya, Simpe pindah ke Bukit Tunggal Batang Wong di Batang Ai (sekarang masuk Wilayah Malaysia). Di daerah itu, dia bertemu dengan makhluk halus yang menyuruh Simpe untuk mengawini seorang perempuan yang bernama Jaburi anak dari Apai Laka yang berada di Rantau Berunai. Ternyata perempuan itu masih keponakan Simpe sendiri. Makhluk halus itu mengatakan bahwa bila dia (Simpe) memperistrikan Jaburi maka dia akan menjadi orang terbilang (orang yang mempunyai nama besar, dihormati dan disegani).
2. DIANUGARAHI GELAR TEMENGGUNG
Dikisahkan setelah Simpe menikah dengan Jaburi, Simpe kembali didatangi oleh makhluk halus dan membawanya ke Panggau Libau (Kayangan, menurut kepercayaan animisme orang Iban dan sampai sekarang mesih dipercaya keberadaannya). Panggau Libau adalah tempat roh penolong orang Iban pada jaman dahulu bahkan sampai sekarang. Sampai di Kayangan, Simpe dinabati sebagai Temenggung (kedudukan tertinggi dalam adat Iban). Selain dianugerahi sebagai temenggung, Simpe juga dibekali benda-benda mustika seperti sebuah Bliung (sejenis Kampak) yang diberikan oleh Bungai Nuing, sebuah Kuna yang diberikan oleh Bijang Tuai dan sebuah Tambai (Bendera) yang mempunyai lima warna yakni merah, kuning, putih, biru dan hitam yang diberi oleh pasangan suami istri yakni Kumang dan Keling.
Benda-benda mustika yang diberikan oleh Orang Panggau Libau mempunyai beberapa kegunaan. Bliung biasa digunakan untuk membuka hutan sebagai lahan untuk berladang, Kuna digunakan untuk mengendalikan/menandai keturunan Tuai Rumah (kepala rumah panjang), sedangkan Tambai melambangkan bendera Suku Iban.
Ketiga benda mustika tersebut sebagai tanda pengangkatan Simpe sebagai Temenggung Suku Iban yang pertama. Semenjak saat itu sekitar tahun 1286 (berdasarkan beberapa sumber, kebenaran masih merupakan misteri karena pada zaman itu Orang Iban belum mengenal tulisan dan belum adanya dokumen) Simpe resmi sebagai temenggung dan disebut sebagai Temenggung Simpe. Sehingga semenjak Simpe diangkat menjadi temenggung (Tahun 1286) suku Iban mulai mengenal adat istiadat dan hukum adat.
3. TEMENGGUNG SIMPE MENINGGAL
Temenggung Simpe meninggal karena usia lanjut. Meninggalnya Temenggung Simpe dilakukan upacara Rarung. Rarung merupakan upacara kematian adat Suku Iban untuk menghormati seorang pahlawan dan orang-orang yang dihormati dan disegani karena jasa-jasanya. Setelah upacara Rarung, Temenggung Simpe dikebumikan di Hulu Seriang, Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu. Sampai sekarang makam Temenggung Simpe sangat jarang dikunjungi orang karena medanya cukup sulit dan harus melewati jalan setapak yang berbatu dan berbukit.
Sebelum meninggal, Temenggung Simpe berpesan bahwa sebelum hari ketujuh semua kaum kerabatnya termasuk para anak buah/pengikutnya tidak boleh menengok/berziarah ke kuburannya. Dan bila dilanggar maka pohon nibung (sejenis pohon sagu) yang tumbuh di atas kuburannya tepat di bagian dada, akan mempunyai arti/kegunaan (mungkin sebelum meninggalnya Temenggung Simpe, pohon nibung tidak/belum ada manfaatnya bagi manusia). Namun dua hari setelah kematian Temenggung Simpe, para mantan anak buahnya yang baru pulang ngayau (berperang) berziarah kemakam Temenggung Simpe dan mereka tidak mengetahui pantangan tersebut karena Temenggung Simpe meninggal setelah mereka berangkat ngayau. Pada saat mereka berziarah, mereka melihat pohon nibung sebesar sepenggenggam (baru mempunyai satu ranting) tumbuh diatas kuburan Temenggung Simpe. Karena pantangan dilanggar maka pohon nibung dapat bermanfaat dan semenjak saat itu Suku Iban dapat menggunakan pohon nibung sebagai bahan untuk membuat Seligi (berbentuk seperti tombak) yang digunakan dalam medang perang. Seligi yang terbuat dari pohon nibung mempunyai keampuhan yang lebih bila dibandingkan dengan tombak yang berasal dari bahan lain.
5. KETURUNAN TEMENGGUNG SIMPE
Dari pernikahan Simpe dengan Jaburi, mereka dikaruniai tiga orang putra yang diberi nama Buah, Runggah dan Malin.
Anak pertama yang bernama Buah, memperistrikan Bejau dan mempunyai anak bernama Rengkang. Rengkang (nama istrinya tidak diketahui) mempunyai anak bernama Pok. Pok memperistrikan Bulik dan mempunyai anak yang bernama Balang. Balang mati karena dihukum mati oleh Raja Bruke karena dituduh oleh orang Muari menantang keberadaan penjajahan Inggris. Di Kuching Serawak, (Malaysia) karena kepahlawanannya, Balang dibuat sebuah patung sebagai tanda penghormatan.
Anak kedua yang bernama Runggah. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut (pada zaman dahulu orang Iban belum mengenal tulisan), keturunan Runggah sekarang adalah Nyanggau anak Sidan dan Gindoh yang berada di Dusun Sadap, Desa Menua Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu.
Anak ketiga yang bernama Malin. Keturunan Malin sekarang adalah Buda yang bertempat tinggal di Dusun Sumpak Lelayang, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu.
Saudara Temenggung Simpe yang bernama Tami (bergelar Rentap) mempunyai keturunan yang sampai sekarang mendiami Dusun Sepan, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu.

6. TEMENGGUNG
Dalam adat istiadat Suku Iban, seorang temenggung sangat dihormati dan kata-katanya dianggap sebagai peraturan yang wajib dipatuhi. Seorang temenggung sebagai penentu segala macam perkara hukum dan aturan yang berlaku bahkan seorang temenggung juga dapat memutuskan perang atau tidak serta menang atau kalah dalam perang juga ditentukan oleh temenggung.
7. NAMA-NAMA TEMENGGUNG DI KABUPATEN KAPUAS HULU
A. KECAMATAN EMBALOH HULU
NO
NAMA TEMENGGUNG
WILAYAH KERJA
PERIODE
1.
SEKAMDI
KARANGAN BUNUT
1913 – 1929
2.
BIGAM
KARANGAN BUNUT
1929 – 1962
3.
NYEMPAL
SADAP
1962 – 1976
4.
F.M.TIGANG.S
KELAYAM
1976–SEKARANG
B. JALAN LINTANG
NO
NAMA TEMENGGUNG
WILAYAH KERJA
PERIODE
1.
JUDAN
SUNGAI UTIK
1916 – 1952
2.
HUSIN
PULAN
1952 – 1970
3.
K. UMPING
SUNGAI UTIK
1970–SEKARANG
C. KECAMATAN BATANG LUPAR
NO
NAMA TEMENGGUNG
WILAYAH KERJA
PERIODE
1.
BUDIT
SEPAN
1960 -
2.
JELAI
ENTABULOH/UBANG
1960 – 2001
3.
M. SUMPIT
SUNGAI UTIK
2001–SEKARANG


3. Suku Melayu
sebagian orang beragapan bahwa suku melayu merupakan suku yang identink menganut agama islam, karena selain jumlah mereka saat ini merupakan terbesar di kalimantan barat, suku melayu juga mempunyai peran penting  dalam peradaban atau  tatanan masyarakat

 

makanan khas

Berikut ini makan-makanan khas di kapuas hulu, bagi anda yang mengunjungi Kapuas Hulu jangan lupa beli makanan khas dari kapuas hulu buat oleh-oleh:
1. kerupuk kering Kapuas Hulu dijamin halal dan enak.....



2. Ikan Asin tanpa bahan pengawaet, asli loh...

 3. kalu yang ini ikan salai atau biasa orang bilang ikan asap...weeeh enak

 4. ada lagi makan yang special ne....kerupuk basah...wah jadi lapar ne...
 5. Telur ikan biawan, yang ini enak tapi jangan makan banyak ya...bisa jadi nanti sakit perut/ maaf...buang  airnya "mencret"
 6. nah kalu yg ini,menyehatkan....yap..Madu asli dari kapuas hulu

Adat istiadat


                                                           suku dayak di kapuas hulu





Kebudayaan Daerah Kapuas Hulu terdiri dari dua etnis besar yaitu Dayak dan Melayu yang memiliki tradisi seni dan budaya serta peninggalan sejarah purbakala yang mempunyai daya tarik tersendiri sebagai salah satu obyek wisata dan juga sebagai unsur penunjang terciptanya Sapta Pesona Industri Pariwisata.
Keunikan seni budaya masyarakat Dayak dan Melayu yang tumbuh dan berkembang secara tradisional yang mempunyai karakteristik tersendiri yang masih bersifat alami, namun di sisi lain adanya beberapa nilai tertentu yang mengalami kondisi krisis akibat pengaruh arus globalisasi dan budaya asing tetapi tidak mengurangi dari norma-norma adat istiadat budaya kedua etnis tersebut.
Adapun jenis-jenis budaya Dayak dan Melayu yang terdapat di Kabupaten Kapuas Hulu yang dapat di jadikan sebagai obyek wisata antara lain:
  1. Atraksi seni yang dikelola oleh 69 buah sanggar dengan jumlah seniman sebanyak 1.223 Orang terdiri dari: Seni Musik, Seni Teater, Seni Sastra, Seni Rupa, Seni Kriya Dayak dan Melayu baik tradisional maupun non-tradisional.
  2. Upacara adat/ritual adat baik dari suku Dayak maupun suku Melayu yang sangat unik yaitu :
    1. Dari suku Melayu berupa : Tarian Jepin, Syair, Pantun, Qasidah dan Hadrah yang sering digunakan pada Upacara Adat dalam menyambut tamu tertentu baik itu pejabat negara maupun daerah serta juga di gunakan pada saat upacara adat pesta perkawinan.
    2. Dari suku Dayak berupa :
  3. Baranangis dari suku Dayak Embaloh.
  4. Nyonjoan dari suku Dayak Embaloh.
  5. Mandung  dari suku Dayak Taman.
  6. Bejande, Betimang dan Bedudu dari suku Dayak Kantuk.
  7. Dange’ dari suku Dayak Kayan mendalam.
  8. Ngajat dan Sandauari dan Gawai Kenalang dari suku Dayak Iban.
  9. Desa kerajinan/ sentra seni rupa yang terdapat hampir di semua kecamatan seperti: Tenun Ikat Tradisional, Anyam-Anyaman, Manik-manik, Ukir-Ukiran, Tameng, Lukisan dan Pandai Besi.
  10. Perkampungan tradisional dengan ciri khas rumah tinggal yang masih tradisional berupa Rumah Adat Betang Panjang serta pemukiman tradisional masyarakat Melayu Kapuas Hulu