1. Rumpun Punan adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.[1] Di 6 kabupaten di Kalimantan Timur terdapat 8.956 jiwa suku Punan yang tersebar pada 77 lokasi pemukiman.[2] Suku-suku Dayak yang termasuk rumpun Punan diantaranya :
- Suku Dayak Hovongan di Kapuas Hulu, Kalbar
- Suku Dayak Uheng Kereho/Oloh Ot Nyawong/Suku Dayak Seputan di Kapuas Hulu, Kalbar
- Suku Dayak Punan Murung di Murung Raya, Kalteng
- Suku Dayak Aoheng (Suku Penihing) di Kalimantan Timur
- Suku Dayak Punan Merah/Suku Dayak Punan Serata/Suku Dayak Punan Langasa/Suku Dayak Punan Nya'an
- Suku Dayak Punan Aput-Busang
- Suku Dayak Merap
- Suku Dayak Punan Tubu[3]
- Suku Dayak Ukit/Suku Bukitan/Suku Beketan
- Suku Dayak Bukat
- Suku Dayak Punan Habongkot
- Suku Dayak Panyawung
- Suku Dayak Punan Lisum
- Suku Dayak Punan Kelay-Segah di Sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Punan Murung
Suku Dayak Punan di Kalimantan Tengah terdapat di perhuluan sungai Barito yaitu di Kabupaten Murung Raya yang dikenal sebagai Suku Dayak Punan Murung. Kebanyakan suku-suku Dayak di Kalimantan Tengah termasuk rumpun Ot Danum kecuali suku Dayak Punan Murung.Punan Hovongan
Dayak Punan merupakan salah satu subsuku Dayak yang mendiami perhuluan Sungai Kapuas. Etnis yang dulunya merupakan bangsa nomaden, kini lebih menetap dan mempraktekan sistem pertanian gilir balik (berladang). Sub-etnis dayak Punan yang mendiami perhuluan Sungai Hovongan (Bungan), anak sungai Kapuas yang terdiri dari beberapa kampung:- Nanga Lapung
- Nanga Bungan
- Tanjung Lokang
- Belatung (sebagian)
- Hovo'ung (sebagian)
- Penduduk
- Kepala Adat
-
- Temenggung dan Kepala adat mempunyai peran yang berbeda, Kepala adat lebih kepada adat istiadat sedangkan Temenggung mempunyai peran penting dalam kedaulatan wilayah ketemenggungan.
- Bahasa Hovongan
Punan Uheng Kereho
Yaitu sub suku Punan yang mendiami perhuluan sungai Kapuas dan Sungai keriau/Kereho sub ini terdiri dari beberapa kampung:- Nanga Enap
- Nanga Erak
- Nanga Balang
- Sepan
- Salin
- Bu'ung (sebagian)
- Belatung (sebagian)
- Kepala Adat
- Populasi
- Bahasa Uheng Kereho
Daerah ketemenggungan Dayak Punan ini dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi sungai dari Putussibau dengan biaya sewa speed boat bervariasi dari satu juta sampai tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sumber daya alamnya masih melimpah ruah; seperti sarang burung walet dan kekayaan pertambangan lainnya. Akan tetapi karena terlalu jauhnya wilayah ini, banyak dari masyarakat suku ini terisolasi dari dunia luar sehingga tingkat perekonomian serta pendidikan sampai sekarang dalam tingkat yang mengkhawatirkan.
Di setiap kampung-kampung orang Punan anak yang bersekolah hingga menamatkan pendidikan dasar dapat dihitung dangan jari, apalagi yang menamatkan bangku kuliah.
Punan Kelay
Dayak Punan Hulu Kelay mendiami hulu sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kaltim terdiri :- Kampung Long Sului, Kelay, Berau
- Kampung Long Macin, Kelay, Berau
- Kampung Long Lamjan, Kelay, Berau
- Kampung Long Keluh, Kelay, Berau
- Kampung Long Duhung, Kelay, Berau
- Kampung Long Beliu, Kelay, Berau
2. suku iban
Asal suku iban
1. TEMENGGUNG SIMPE
Temenggung Simpe / Bejana
adalah anak dari Macan dan Tema. Secara lengkap
anak dari Macan dan Tema yang berjumlah 5 (lima) orang adalah yang
pertama bernama Tami yang bergelar Rentap, kedua bernama Simpe / Bejana,
ketiga bernama Renggi, keempat bernama Manang Jaget serta kelima adalah
perempuan yang diberi nama Bangi.
Berdasarkan cerita,
tengkorak kepala dari Simpe / Bejana berbentuk “Simpe” (dalam bahasa
Indonesia berarti pipih) sehingga tidak seperti kepala manusia pada
umumnya. Karena tengkorak kepalanya yang berbentuk simpe itulah dia
biasa dipanggil dengan nama Simpe.
Simpe / Bejana
memperistrikan Cala yang berasal dari Kampung Kumpang dan mereka
dikaruniai seorang putri yang diberi nama Tiong.
Pada suatu malam Simpe /
Bejana pada saat tidur dan bermimpi. Dalam mimpinya dia bertemu dengan
seseorang/roh, dan roh tersebut menyuruhnya untuk menceraikan istrinya
(Cala). Apabila Simpe / Bejana tidak menceraikan istrinya maka ia akan
gila atau bahkan meninggal. Karena mimpinya itu maka Temenggung Simpe
menceraikan istrinya. Pada zaman dahulu kepercayaan akan mimpi sangat
tinggi.
Setelah bercerai dengan istrinya, Simpe pindah ke Bukit
Tunggal Batang Wong di Batang Ai (sekarang masuk Wilayah Malaysia). Di
daerah itu, dia bertemu dengan makhluk halus yang menyuruh Simpe untuk
mengawini seorang perempuan yang bernama Jaburi anak dari Apai Laka yang
berada di Rantau Berunai. Ternyata perempuan itu masih keponakan Simpe
sendiri. Makhluk halus itu mengatakan bahwa bila dia (Simpe)
memperistrikan Jaburi maka dia akan menjadi orang terbilang (orang yang
mempunyai nama besar, dihormati dan disegani).
2.
DIANUGARAHI GELAR TEMENGGUNG
Dikisahkan setelah
Simpe menikah dengan Jaburi, Simpe kembali didatangi oleh makhluk halus
dan membawanya ke Panggau Libau (Kayangan, menurut kepercayaan animisme
orang Iban dan sampai sekarang mesih dipercaya keberadaannya). Panggau
Libau adalah tempat roh penolong orang Iban pada jaman dahulu bahkan
sampai sekarang. Sampai di Kayangan, Simpe dinabati sebagai Temenggung
(kedudukan tertinggi dalam adat Iban). Selain dianugerahi sebagai
temenggung, Simpe juga dibekali benda-benda mustika seperti sebuah
Bliung (sejenis Kampak) yang diberikan oleh Bungai Nuing, sebuah Kuna
yang diberikan oleh Bijang Tuai dan sebuah Tambai (Bendera) yang
mempunyai lima warna yakni merah, kuning, putih, biru dan hitam yang
diberi oleh pasangan suami istri yakni Kumang dan Keling.
Benda-benda
mustika yang diberikan oleh Orang Panggau Libau mempunyai beberapa
kegunaan. Bliung biasa digunakan untuk membuka hutan sebagai lahan untuk
berladang, Kuna digunakan untuk mengendalikan/menandai keturunan Tuai
Rumah (kepala rumah panjang), sedangkan Tambai melambangkan bendera Suku
Iban.
Ketiga benda mustika tersebut sebagai tanda pengangkatan
Simpe sebagai Temenggung Suku Iban yang pertama. Semenjak saat itu
sekitar tahun 1286 (berdasarkan beberapa sumber, kebenaran masih
merupakan misteri karena pada zaman itu Orang Iban belum mengenal
tulisan dan belum adanya dokumen) Simpe resmi sebagai temenggung dan
disebut sebagai Temenggung Simpe. Sehingga semenjak Simpe diangkat
menjadi temenggung (Tahun 1286) suku Iban mulai mengenal adat istiadat
dan hukum adat.
3. TEMENGGUNG SIMPE MENINGGAL
Temenggung Simpe meninggal
karena usia lanjut. Meninggalnya Temenggung Simpe dilakukan upacara
Rarung. Rarung merupakan upacara kematian adat Suku Iban untuk
menghormati seorang pahlawan dan orang-orang yang dihormati dan disegani
karena jasa-jasanya. Setelah upacara Rarung, Temenggung Simpe
dikebumikan di Hulu Seriang, Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu.
Sampai sekarang makam Temenggung Simpe sangat jarang dikunjungi orang
karena medanya cukup sulit dan harus melewati jalan setapak yang berbatu
dan berbukit.
Sebelum meninggal, Temenggung Simpe berpesan bahwa
sebelum hari ketujuh semua kaum kerabatnya termasuk para anak
buah/pengikutnya tidak boleh menengok/berziarah ke kuburannya. Dan bila
dilanggar maka pohon nibung (sejenis pohon sagu) yang tumbuh di atas
kuburannya tepat di bagian dada, akan mempunyai arti/kegunaan (mungkin
sebelum meninggalnya Temenggung Simpe, pohon nibung tidak/belum ada
manfaatnya bagi manusia). Namun dua hari setelah kematian Temenggung
Simpe, para mantan anak buahnya yang baru pulang ngayau (berperang)
berziarah kemakam Temenggung Simpe dan mereka tidak mengetahui pantangan
tersebut karena Temenggung Simpe meninggal setelah mereka berangkat
ngayau. Pada saat mereka berziarah, mereka melihat pohon nibung sebesar
sepenggenggam (baru mempunyai satu ranting) tumbuh diatas kuburan
Temenggung Simpe. Karena pantangan dilanggar maka pohon nibung dapat
bermanfaat dan semenjak saat itu Suku Iban dapat menggunakan pohon
nibung sebagai bahan untuk membuat Seligi (berbentuk seperti tombak)
yang digunakan dalam medang perang. Seligi yang terbuat dari pohon
nibung mempunyai keampuhan yang lebih bila dibandingkan dengan tombak
yang berasal dari bahan lain.
5. KETURUNAN TEMENGGUNG SIMPE
Dari pernikahan Simpe
dengan Jaburi, mereka dikaruniai tiga orang putra yang diberi nama Buah,
Runggah dan Malin.
Anak pertama yang bernama Buah, memperistrikan Bejau
dan mempunyai anak bernama Rengkang. Rengkang (nama istrinya tidak
diketahui) mempunyai anak bernama Pok. Pok memperistrikan Bulik dan
mempunyai anak yang bernama Balang. Balang mati karena dihukum mati oleh
Raja Bruke karena dituduh oleh orang Muari menantang keberadaan
penjajahan Inggris. Di Kuching Serawak, (Malaysia) karena
kepahlawanannya, Balang dibuat sebuah patung sebagai tanda penghormatan.
Anak kedua yang bernama
Runggah. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut (pada zaman dahulu orang
Iban belum mengenal tulisan), keturunan Runggah sekarang adalah
Nyanggau anak Sidan dan Gindoh yang berada di Dusun Sadap, Desa Menua
Sadap, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu.
Anak ketiga yang bernama
Malin. Keturunan Malin sekarang adalah Buda yang bertempat tinggal di
Dusun Sumpak Lelayang, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu.
Saudara Temenggung Simpe
yang bernama Tami (bergelar Rentap) mempunyai keturunan yang sampai
sekarang mendiami Dusun Sepan, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas
Hulu.
6. TEMENGGUNG
Dalam adat istiadat
Suku Iban, seorang temenggung sangat dihormati dan kata-katanya
dianggap sebagai peraturan yang wajib dipatuhi. Seorang temenggung
sebagai penentu segala macam perkara hukum dan aturan yang berlaku
bahkan seorang temenggung juga dapat memutuskan perang atau tidak serta
menang atau kalah dalam perang juga ditentukan oleh temenggung.
7.
NAMA-NAMA TEMENGGUNG DI KABUPATEN KAPUAS HULU
A.
KECAMATAN EMBALOH HULU
NO
|
NAMA TEMENGGUNG
|
WILAYAH KERJA
|
PERIODE
|
1.
|
SEKAMDI
|
KARANGAN
BUNUT
|
1913 – 1929
|
2.
|
BIGAM
|
KARANGAN BUNUT
|
1929
– 1962
|
3.
|
NYEMPAL
|
SADAP
|
1962
– 1976
|
4.
|
F.M.TIGANG.S
|
KELAYAM
|
1976–SEKARANG
|
B. JALAN LINTANG
NO
|
NAMA TEMENGGUNG
|
WILAYAH KERJA
|
PERIODE
|
1.
|
JUDAN
|
SUNGAI
UTIK
|
1916 – 1952
|
2.
|
HUSIN
|
PULAN
|
1952
– 1970
|
3.
|
K.
UMPING
|
SUNGAI UTIK
|
1970–SEKARANG
|
C. KECAMATAN BATANG LUPAR
NO
|
NAMA TEMENGGUNG
|
WILAYAH KERJA
|
PERIODE
|
1.
|
BUDIT
|
SEPAN
|
1960
-
|
2.
|
JELAI
|
ENTABULOH/UBANG
|
1960
– 2001
|
3.
|
M.
SUMPIT
|
SUNGAI UTIK
|
2001–SEKARANG
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar